Cerita-cerita dalam buku ini dapat membuat pembaca terharu maupun terdorong mengulurkan tangan dan menyingsingkan lengan baju. Apa yang dikisahkan itu menyentuh setiap orang yang hatinya tidak membatu. Pembaca disadarkan akan kecenderungan manusia untuk mengeluh tentang susahnya yang sebetulnya remeh dan sepele, dibandingkan dengan nasib yang menimpa orang lain. Ia pun disadarkan akan perilaku terlalu banyak orang yang tak peduli akan polusi air dan udara dan yang merusakkan bumi, padahal bumi merupakan rumah kita bersama. Pembaca juga diingatkan akan pelanggaran hak asasi manusia yang dengan tak henti-hentinya terjadi di dunia ini, tak terkecuali di Indonesia….Maka, jelaslah ada pesan moral yang disampaikan melalui kisah-kisah yang diceritakan, namun pengarang tak pernah menimbulkan kesan menggurui. Nada menggurui sama sekali tidak ada dalam buku ini berkat kefasihanpengarang sebagai seorang literator.Kemahirannya untuk mempergunakan pelbagai jenis sastra membuat setiap cerita menjadi permata, sehingga orang yang membacanya bertemu dengan ratna mutu manikam.Ada cerita yang ditulis dalam orang ketiga tunggal, tetapi ada juga yang memakai orang pertama. Kadang-kadang sebuah cerita bersifat otobiografi. Yang ditampilkan dalam kebanyakan kisah sebagai si pencerita memang seorang manusia, tapi tidak selalu. Salah satu kisah diceritakan oleh si Covid-19 yang dipersonifikasi. Imajinasi pengarang sangat hidup-hidup dan perbendaharaan kata-katanya amat kaya. Bahasa antropomorf yang mengenakan sifat-sifat insani kepada ciptaan infra-human (misalnya kepada pasir, kayu dan senja) membuat kita membacadengan lebih asyik lagi.Hidup yang diceritakan Wandi Raya dengan gaya sastra yang menyentuh hati, sifatnya sungguh-sungguh menyeluruh: baik insani,maupun hewani maupun juga nabati. Bahkan apa yang disebut “benda mati”, misalnya cakrawala yang berbintang-bintangitu pun ikut diceritakan karena (dan sejauh) mempunyai arti bagi kehidupan,Pandangan Wandi Raya tentang kehidupan betul-betul holistik. Kasihnya, peduli dan prihatinnya akan keutuhan seluruh alam ciptaanterasa di setiap halaman buku ini. Kehidupan yang diceritakan pengarang buku ini mencerminkan usianya yang dewasa muda. Kedewasaannya mengemuka dalam ceritadengan konten yang arif bijaksana, sedangkan mudanya tersingkap dalam cerita lain yang melukiskan dengan jitu gelora masa remaja. Wandi telah memuliakan Tuhan dengan menceritakan kehidupan. Pembaca akan memuliakan Tuhan dengan meresapkan cerita-cerita ini ke dalam hatinya