Jejak Langkah Ibu menceritakan perjalanan seorang anak yang tumbuh di bawah harapan besar ibunya, yang ingin melihatnya mengikuti jejak hidup yang telah direncanakan—belajar di pesantren dan mengabdikan diri pada ilmu agama. Namun, sang anak merasa terperangkap dan menolak keinginan ibunya. Ia ingin hidup menurut caranya sendiri, mengejar cita-cita dan dunia yang berbeda.
Perjalanan hidupnya dimulai dengan masa kecil penuh kelucuan dan kebebasan, namun seiring bertambahnya usia, perbedaan pendapat dengan sang ibu semakin tajam. Saat ibunya terus mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan di pesantren, sang anak justru memilih sekolah negeri, sebuah keputusan yang mengubah arah hidupnya. Kegagalan besar setelah lulus SMA, ketika ia tidak diterima di perguruan tinggi yang diidam-idamkan, membuatnya merenung dan mulai menyadari bahwa hidup tak selalu sesuai rencana.
Dari kegagalan itu, ia menemukan bahwa ridho Allah terkait dengan ridho orang tua. Perlahan, ia mulai memahami bahwa ibu, meskipun tegas dan penuh harapan, selalu memberikan arahan dengan cinta yang tulus. Namun, ada penyesalan yang mendalam yang ia simpan dalam hatinya. Ketika akhirnya ia memutuskan untuk memenuhi permintaan ibunya dan melanjutkan pendidikan di pesantren, ia merasa seolah telah menemukan titik terang. Tapi, kenyataannya, ia tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Alih-alih menggali ilmu agama yang seharusnya menjadi tujuan utama, ia justru lebih tertarik pada hal-hal lain—seperti rancang bangun rumah dan taman, yang lebih menggugah minatnya. Meskipun ia memiliki bakat dalam bidang tersebut, ia menyadari bahwa ia tidak mendapatkan ilmu pesantren secara maksimal. Keputusan itu menjadi penyesalan terbesar dalam hidupnya, karena ia merasa telah menyia-nyiakan kesempatan berharga yang diberikan ibunya, meskipun di balik itu semua, cinta sang ibu tetap membimbingnya. Kisah ini hendaknya menjadi pelajaran bagi para pembaca bahwa setiap keputusan dan langkah hidup tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga pada orang-orang yang telah berkorban demi kita.
Dalam pencarian jati diri, ia menemukan kedamaian dalam seni—melukis dan membuat taman yang mencerminkan jiwa bebasnya. Namun, bahkan dalam dunia seni yang ia geluti, ia tak bisa melepaskan diri dari bayang-bayang ibunya. Seiring waktu, ia menyadari bahwa seni, seperti hidup itu sendiri, adalah cerminan dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh ibu—ketekunan, kesabaran, dan kecintaan terhadap keindahan. Jejak Langkah Ibu adalah kisah tentang cinta yang tak terucapkan, tentang konflik dan pemahaman yang datang terlambat, dan tentang bagaimana jejak langkah seorang ibu tetap abadi dalam hidup anaknya, meski perjalanan hidup mereka tak selalu sejalan.