Buku berjudul “ORANG ASLI PAPUA DAN DUNIA KECILNYA YANG BERUBAH” ini, memuat 50 kisah sederhana tentang berbagai hal yang mengandung unsur perobahan dalam kehidupan sehari-hari Orang Asli Papua. Ada perobahan yang disadari dan diterima, ada perobahan yang ditolak karena tidak sesuai, ada perobahan yang tidak disadari sama sekali, namun terus menyerbu masuk dan menjungkir-balikkan dunia kecilnya. Dan bahkan ada perobahan yang seringkali dipaksakan.
Kisah-kisah ini ditulis untuk menggambarkan dengan sederhana perobahan-perobahan tersebut, didasarkan kepada: pengalaman, pengamatan, cerita dari orang tua dan sahabat-sahabat. Direnungkan dan ditulis kembali oleh penulis untuk mengenang masa lalu yang tak mungkin kembali lagi, dan sekaligus sebagai pembelajaran dalam menghadapi masa depan. Ada juga nuansa humornya agar rileks dalam membacanya.
Mungkin ada yang akan bertanya, mengapa penulis cenderung mengangkat contoh-contoh dari suku Byak? Alasannya sederhana. Penulis sebagai orang yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan budaya dan adat-istiadat suku Byak, telah mengalami dan menyaksikan sendiri, betapa perobahan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari di kampong sendiri, dan dalam kehidupan suku Byak pada umumnya. Perobahan-perobahan itu, telah menjungkir-balikkan nilai-nilai budaya, system sosial, dan adat-istiadat suku Byak. Membuat dunia lamanya semakin memudar, lenyap dan tidak mungkin kembali lagi, sementara “dunia baru” yang menyerbu masuk dengan sisi positif dan negatifnya belum difahami dan diterima sepenuhnya. Pasti suku-suku lain pun mengalami hal yang sama, yang patut diamati dan ditulis, agar menjadi bahan pembelajaran dan evaluasi atas dampak perobahan-perobahan itu dalam kehidupan kita.
Kisah-kisah ini ditulis demi menyadarkan kita tentang dunia kecil kita yang sedang berobah dan boleh jadi akan hilang lenyap ditelan perobahan itu sendiri. Maka kita perlu mewaspadai dan menyiasati setiap perobahan yang melanda dunia kecil kita. Bila tidak, maka sebagai suku-suku kecil di tengah dunia Indonesia yang besar dan terus berobah, boleh jadi, kita akan kehilangan pegangan dan identitas kita.
Memang benarlah kata orang bijak, segala sesuatu terus berobah. Tidak ada yang abadi di dunia ini, kecuali perobahan itu sendiri. Heraclitus, Filsuf Yunani, yang hidup sekitar 2000 tahun yang lalu di kota Ephesus, menggunakan istilah, Panta Rhei, segala sesuatu mengalir ibarat sebuah sungai. Air sungai yang kita sentuh atau minum 5 menit yang lalu, sudah tidak sama dengan air sungai yang kita sentuh atau minum 5 menit kemudian.
Hal yang tidak pernah berobah hanyalah perobahan itu sendiri. Demikian juga halnya dengan kehidupan Orang Asli Papua di dunia kecilnya. Ada perobahan yang terus menerus datang menerpa dunia kecilnya, diundang atau tidak diundang, diterima atau tidak diterima. Ibarat sungai yang terus mengalir siang dan malam.
Selamat membaca!