Buku ini berisi refleksi tentang persoalan pendidikan daerah marginal yang baru berkembang. Desa Taaba menjadi ikon dengan masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di sana dijadikan sebagai suatu kekayaan untuk bangkit dan maju. Bangkit bersama tanpa melihat perbedaan.
Sikap toleransi tumbuh subur di Taaba. Toleransi yang dimiliki masyarakat Taaba di Kabupaten Malaka, Propinsi Nusa Tenggara Timur ditunjang oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan dan masyarakat umum yang tidak bersikap ego dan merindukan pembaharuan melalui pendidikan.
Masyarakat Malaka dengan keberagaman menganggap bahwa perbedaan suku, agama, ras dan budaya adalah anugerah Sang Pencipta agar saling melengkapi. Toleransi di wilayah Malaka tidak dimiliki oleh suku lain.
Tulisan ini pun membahas tentang perjumpaan umat Kristen dan Katolik diserambi pendidikan. Hadirnya Lembaga Pendidikan Kristen merupakan pintu masuk menuju perubahan dan mempererat kemajemukan. Menghilangkan ego sebagai wujud praktik moderasi beragama. Mari kita terus serukan bahwa “kerukunan umat untuk Indonesia hebat”