Perkawinan merupakan syariat lama yang telah ada semanjak zaman Nabi Adam dan akan terus berlanjut hingga ke surga kelak. Perkawinan adalah bagian dari sunnatullāh yang berlaku umum pada semua makhluk, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan, demi keberlangsungan hidup semua makhluk Allah di muka bumi. Perkawinan merupakan asal muasal suatu keluarga yang akan melahirkan keturunan yang selalu berkembang.
Perkawinan dalam Islam pada dasarnya menganut asas monogami, karena asas tersebut yang lebih dapat menjamin terpenuhinya hak-hak isteri. Namun demikian, Islam membolehkan suami melakukan poligami disertai dengan syarat yang berat, yaitu kemampuan suami berlaku adil terhadap isteri-isterinya. Hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia juga menganut asas monogami, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pada dasarnya, hukum perkawinan bawah tangan mencakup semua bentuk perkawinan, baik monogami maupun poligami. Akan tetapi, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, poligami memiliki peraturan yang berbeda dengan perkawinan monogami. Dalam perkawinan poligami ada syarat tambahan, yaitu harus ada izin pengadilan.
Perkawinan poligami tidak dapat dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah apabila belum ada izin dari pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adapun untuk perkawinan monogami sepakat harus dicatat dan peraturan tersebut harus ditaati zhāhiran wa bāthinan (zahir dan batin). Dalam arti, apabila tidak menaatinya maka hukumnya haram dan berdosa serta berhak untuk dijatuhi hukuman.