Employeepreneurship adalah konsep pekerja yang berpikir dan bertindak seperti entrepreneur, namun tetap berada dalam struktur organisasi. Mereka proaktif menjual kompetensi, membangun nilai tambah, menjaga reputasi, dan mengoptimalkan posisi tawar profesional, sehingga bukan sekadar menjalankan tugas, tetapi menjadi mitra strategis bagi kemajuan organisasi.
Konsep ini menjadi jawaban bagi banyak Gen Z yang menolak menjadi “budak korporat” dan menganggap kantor sebagai simbol hidup tanpa makna. Mereka mendambakan kebebasan, namun sering lupa bahwa kebebasan sejati membutuhkan tanggung jawab dan daya juang. Akibatnya, muncul generasi yang alergi terhadap struktur kerja, mudah bosan, tetapi belum siap membangun sistem sendiri.
Employeepreneurship juga menjadi jawaban atas ironi pasar kerja saat ini: banyak pencari kerja kesulitan mendapat pekerjaan, sementara banyak perusahaan kesulitan menemukan talenta yang tepat. Dengan mindset ini, individu menjadi lebih proaktif, adaptif, dan mampu memberi nilai tambah sesuai tuntutan dunia kerja.
Dalam buku ini, mindset pekerja dibagi menjadi enam level dengan ciri khas yang jelas. Level Robber hanya mengambil tanpa memberi, Level Beggar bergantung pada belas kasihan, dan Level Worker sekadar menukar tenaga dengan upah. Naik ke Level Employee, pekerja mulai profesional namun masih bergantung; Level Professional memiliki keahlian tinggi dan mulai dihargai; sedangkan puncaknya, Level Employeepreneur, menjadi mitra strategis yang memberi nilai tambah besar bagi perusahaan.
Pekerja pada Level Employeepreneur dapat mencapai kebahagiaan yang stabil melalui pencapaian diri, hubungan bermakna, ketenangan batin, dan kebijaksanaan—atau Happiness with Inner Peace dan Happiness with Wisdom.
Buku ini juga menjelaskan bahwa menanamkan mindset employeepreneurship sangat efektif bila didukung oleh kerangka Neuro Logical Levels dari Robert Dilts. Peta ini membantu memahami dari level mana perubahan perlu dimulai—lingkungan, perilaku, kemampuan, keyakinan, identitas, hingga tujuan hidup.