Terbitnya dari pada sebuah judul buku ini, akibat maraknya persepsi dan interpretasi atas diksi-diksi, narasi-narasi dan stigmatisasi makna di kontestasi politik yang menunjukkan pada invisible hands yang menjadikan lemah dan rendahnya ummat manusia dalam mengoptimalisasikan logika berfikir lateral memaknai sejarah Islam dan Islam mentransformasi interaksi dikomunikasi politik semakin berada di persimpangan. Karyanya tak mampu lagi berkiprah dalam pusaran kehidupan budaya Indonesia, melainkan hanya berenang-renang ketepian, akibatnya energi kita telah habis terkuras pada pusaran politik elektoral yang tak ada habisnya. Menyita segala potensi ummat yang seharusnya menjadi insan berbudaya, tek heran jika bahasa ummat sekarang terasa kering. Tak banyak ummat atau mungkin ulama yang pandai merangkai kata bernilai sastra tinggi dengan landasan tauhid.
Komunikasi politik di kontestasi politik elektoral menjadi tidak mempunyai muatan nilai-nilai, norma-norma dan etika moral yang santun, malah menjurus saling menghujat hanya demi meraih kemenangan nisbi, bukan kemenangan hakiki untuk kemaslahatan dari pada ummat mayoritas dan minoritas, melainkan kemenangan dan kesenangan egaliter elite politik. Walhasil Islam komunikasi politik menjadi mengalami kesulitaan untuk memiliki kesamaan persepsi dalam membangun interaksi ummat, baik hablum minallah, hablum minanas, dan hablum minal alam mewujudkan “Islam Rachmatan Lil Allamin”. Hadirnya buku ini akan mengajak pembaca menemukan itu semua. Sehingga dari hasil tulisan yang telah and abaca dapatlah mengajarkan dan memberikan bagaimana cara berkomunikasi dengan baik, benar dan santun kepada manusia dengan nyata dan jelas selalu mengedepankan akan etika, moral dan berfikir jernih secara lateral.