Aku dan Laras tinggal berdua saja. Tiba-tiba datang angin besar yang membuat kami hampir terpental. Aku memegang tangan Laras dengan kuat agar salah satu di antara kami tidak terpental. Tiba-tiba dari dalam sungai muncul ular sangat besar dengan mata merah dan lidah yang mengeluarkan api. Aku dan Laras sangat ketakutan. Tubuh ular itu dengan cepat menyambar dan melilit tubuh Laras. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba ada seorang kakek berjubah putih dengan wajah bercahaya menghalau ular itu. Aku berteriak memanggil nama Laras, tapi ular itu membawanya pergi dan segera menghilang membenamkan diri ke dasar sungai. “ Sudahlah kamu ikhlaskan saja Larasati, Nak, ini sudah takdir yang maha kuasa kelak kamu akan menemukan jodohmu yang sesungguhnya”. Kata kakek berjubah putih menasehatiku. “Aku bisa menerima nasehat kakek, tetapi kesedihan ini tidak bisa kuhilangkan begitu saja”. Aku menjawab nasehat kakek dengan berlinang air mata, Aku tidak pernah menangis sepanjang hidupku namun kali ini aku tidak bisa menahan kesedihanku. Kakek berjubah putih menasehatiku bahwa Aku masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri menjadi manusia yang baik, berguna dan bertakwa kepada Yang Mahakuasa. Senang, sedih, bahagia adalah ujian kepada manusia bagaimana dia tetap bisa bertakwa dan berada di jalan Tuhan dalam keadaan apapun. Mendengar nasehatnya, Aku berusaha menata hatiku agar kuat menghadapi cobaan ini. Kakek berjubah putih berpamitan kepadaku. Aku lihat tubuhnya membumbung tinggi ke angkasa lalu hilang di balik awan putih.