Paradigma ekonomi hijau (green economy) dan ekonomi biru (Blue Economy) saat ini telah menjadi ideologi ekonomi dunia. Paradigma ini tumbuh subur bersamaan dengan perlawanan massif masyarakat global terhadap ekonomi kovensional yang rakus dan abai terhadap lingkungan.
Ekonomi hijau dan biru mengusung ideologi penyejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dengan tanpa merusak lingkungan. Melalui ekonomi hijau dan biru kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan berjalan paralel, sehingga keduanya tumbuh secara bersamaan dan berkelanjutan.
Pada konteks Indonesia, ekonomi hijau dan biru umumnya dipahami sebagai ekonomi berbasis pada sumberdaya energi ramah lingkungan, padahal ekonomi hijau dan biru mencakup pelbagai sumberdaya ekonomi tidak terkecuali sumberdaya ekonomi berbasis kehutanan dan ekologi pantai berbasis hutan manggrove. Tindakan baik (Best Practice) pengembangan ekonomi hijau di Indonesia diantaranya dilakukan oleh masyarakat Gayo, Aceh Tengah yang mendiami kawasan hutan Lindung Bur Telege dan Ekonomi Biru dikembangkan oleh masyarakat Kuala Langsa di Pantai Timur Aceh.
Kedua entitas masyarakat di Propinsi Aceh ini mengembangkan kesejahteraan ekonomi bersama melalui penguatan ekowisata di wilayahnya masing-masing. Tindakan pengarusutamaan ekowisata di kedua masyarakat tersebut berbeda dengan beberapa wilayah di Indonesia lainnya dan Amerika Latin seperti Mexico dan Brazil yang cenderung mengeksploitasi hutan lindung untuk pembukaan lahan pertanian baru dan pembalakan liar.