Sungai Denggung mengalir tenang di Sleman, tapi di dasarnya tersimpan sejarah yang dibungkam. Rahmat Djati, seorang wartawan investigasi, datang ke desa Tanggulangin untuk menyelidiki mitos tentang “siluman Mbah Kaji” yang konon kerap menampakkan diri di sekitar batu cadas sungai. Awalnya, ia mengira ini hanya kisah mistis yang mewarnai budaya lokal. Namun pertemuannya dengan Rara—cucu seorang korban pembantaian tahun 1965—membuka jalan menuju rahasia yang jauh lebih dalam, lebih kelam, dan lebih manusiawi daripada sekadar cerita hantu.
Melalui jurnal tua milik Kartadi, seorang guru desa yang menghilang secara misterius di masa Orde Lama, Rahmat perlahan-lahan menyingkap lapisan demi lapisan kebenaran: makam-makam tanpa nama, trauma antar-generasi, dan arwah yang tak kunjung mendapat ketenangan karena sejarah memilih diam.
Dalam perjalanan yang bercampur mimpi, pertanda gaib, serta pencarian moral dan spiritual, Rahmat tidak hanya menemukan cerita, tapi menemukan dirinya sendiri—sebagai saksi, penulis, dan penyambung suara-suara yang pernah dibungkam.
Jejak Terakhir di Sungai Denggung adalah novel misteri spiritual yang menyatukan jurnalisme investigasi, sejarah kelam bangsa, dan mitologi lokal menjadi sebuah kisah penuh empati tentang pencarian, pengampunan, dan pengembalian nama bagi mereka yang sempat dihapus dari ingatan kolektif.