Gagasan besar tentang Madura sebagai provinsi bukanlah wacana baru yang lahir dari ruang politik semata. Gagasan ini berakar dari ijtihad luhur almarhum KH. Moh. Tidjani Djauhari, M.A. bersama para kiai yang tergabung dalam Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA). Ijtihad itu lahir bukan karena ambisi kekuasaan, melainkan karena keikhlasan dan tanggung jawab moral terhadap masa depan Madura. Para ulama sepuh melihat dengan jernih bahwa Madura membutuhkan ruang gerak yang lebih luas untuk berkembang, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial, maupun spiritual.
Buku “Merajut Mimpi, Madura Provinsi” karya Adinda Prengki Wirananda bukan sekadar rangkaian kata yang indah di atas kertas. Karya ini adalah gema Panjang dari cinta yang tulus dan kegelisahan yang jujur terhadap tanah tempat penulis lahir | dan dibesarkan. Sejak halaman pertama, pembaca akan merasakan getar semangat seorang penulis yang ingin melihat Madura tumbuh, maju, dan sejahtera.
Gagasan besar mengenai kemungkinan Madura menjadi provinsi tersendiri bukanlah semata wacana politis, melainkan ekspresi dari keinginan kolektif masyarakat untuk menata nasibnya dengan kemandirian, martabat, dan keberanian. Penulis dengan ketelitian akademik mengurai relasi antara potensi lokal dan struktur kebijakan nasional yang sering kali belum berpihak pada kebutuhan riil masyarakat Madura. Dalam konteks inilah, karya ini menjadi penting untuk membuka ruang dialog akademik sekaligus refleksi kebangsaan yang konstruktif untuk membawa dan membangun Indonesia, khususnya Madura yang lebih maju ke depan.
Membaca dan mencermati Madura sesungguhnya adalah bak membaca mozaik perjalanan panjang sejarah nusantara. Wilayah ini memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan bangsa karena memiliki andil penting dan memiliki sejumlah keunikan dan juga sekaligus keistimewaan. Madura baik dari aspek kewilayahan geografis maupun kemasyarakatan juga memiliki kontribusi peran penting dalam sejarah republik ini.
Penerbitan buku “Merajut Mimpi Madura Provinsi” ini hadir dari sebuah dorongan intelektual yang berakar pada urgensi empiris dan kegelisahan struktural mengenai keadilan pembangunan regional di Indonesia. Karya ini melampaui sekadar catatan keluhan, melainkan merupakan sebuah analisis kritis dan tawaran gagasan rasional yang bertujuan untuk menata nalar publik dan membuka jalan baru dalam diskursus otonomi daerah.