Perkembangan Islam di nusantara semakin berkembang dengan banyakanya pesantren di Indonesia, sejak abad ke tujuhbelas hingga kini pesantren di Indonesia semakin maju dan tidak sedikit yang membuat program-program baru sebagai identitas keunggulan pesantren tersebut. Mulai dari pesantren tradisional hingga pesantren modern, program unggulan selalu menjadi hal yang menarik untuk diikuti, menjadi tantangan bagi pesantren baru maupun pesantren lama dimana program utama dan program tambahan akan menarik para murid untuk masuk ke Lembaga Pendidikan Islam tersebut. Saat memasuki abad ke duapuluh program Tahfizh Al Quran menjadi program pesantren yang sangat menarik perhatian, bahkan Lembaga Pendidikan Islam yang tidak menambahkan program Tahfizh Al Quran akan sedikit peminatnya dibandingkan dengan pesantren yang menambahkan program utamanya adalah Tahfizh Al Quran, ini merupakan prestasi yang patut kita syukuri. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya Lembaga Pendidikan Islam di indonesia bertambah pula tantangan yang akan dihadapi oleh para penghafal Al Quran, dimulai dari masalah niat yang salah dapat menimbulkan perilaku yang tidak relevan terhadap isi Al Quran, termasuk masalah spiritual yang tidak mencerminkan nilai-nilai Al Quran, meskipun ia seorang hafizh Al Quran. Tidak sedikit kita saksikan hafizh Al Quran yang masih senang mengakhirkan shalat, suka shalat sendirian di rumah padahal ia tahu shalat berjamaah akan melipatgandakan pahalanya di akhirat. Semua itu dipengaruhi oleh paradigma atau pandangannya yang salah terhadap nilai-nilai kedisiplinan dalam Al Quran, salah dalam memposisikan diri sebagai penghafal Al Quran, dan inilah tantangan para huffazh (hafizh dan hafizhah) di zaman ini. Bagaimana ia bisa berkolaborasi dengan ayat-ayat ilahi dan menjadkannya sebagai bekal nyata untuk dibawa menuju akhirat. Jika dibandingkan dengan para pendahulu kita kenapa mereka bisa lebih berpengaruh di masyarakat dan mampu membumikan Al Quran dengan baik dan nyaris sempurna, itu karena mereka selalu ingat pesan-pesan yang Allah sampaikan dalam Al Quran dan senantiasa menjaga hak-haknya sebagai kitabullah. Allah adalah zat yang maha Lembut, Maha Penyayang, Maha Melindungi dan Maha Adil, dan pastilah Dia menginginkan hamba-Nya yang akan menjadi keluargan-Nya adalah hamba-hamba-Nya yang memiliki sifat lembut, penyayang, murah hati, dan berakhlak dengan akhlak Al Quran, sebagaimana nabi kita disifati oleh ibunda Aisyah sebagai seorang manusia yang akhlak beliau seperti Al Quran. Jika kita salah dalam ber-akhlak dengan Al Quran, kita khawatir masuk dalam kategori kaum yang diadukan oleh nabi:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.”
(QS Al Furqan: 30)