Buku ini mengulas tangangan pendidkikan dari konflik bersenjta, Tsunami hingga Covid 19 dengan menggunakan pendekatan Sosiologi. Pendidikan merupakan suatu bentuk pengasuhan yang dalam kajian sosiologi dikenal sebagai sosialisasi. Sebagai bentuk sosialisasi, pendidikan melibatkan transfer ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, serta aspek-aspek lainnya. Dalam kondisi apapun, pendidikan harus berjalan karena dapat berfungsi sebagai alat utama dalam mewujudkan persatuan kebangsaan. Pendidikan di Aceh, sebagaimana halnya pendidikan di negara-negara lain, telah melalui perjalanan yang sangat panjang. Mulai dari konflik bersenjata, tsunami hingga covid-19.
Pendidikan dan masyarakat adalah mitra yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan sosial ekonomi. Masyarakat tidak dapat dipertahankan tanpa stabilitas yang handal dan perdamaian. Perang adalah sebuah konsekuensi yang harus diterima oleh dunia pendidikan. Pada abad ke-21 kita menyaksikan kesinambungan konflik peperangan dan sindrom keganasan di peringkat global. Konflik abad 21 masih berlandaskan pergelutan kekuasaan, persaingan mendapatkan pengaruh dan penguasaan sumber daya alam. Perang memiliki kesan secara langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat. Penghancuran sarana pendidikan selama terjadinya peperangan bukan hanya berdampak pada kondisi sosial saat itu, akan tetapi sebuah generasi telah menjadi lemah, karena tidak mendapat pendidikan yang memadai.
Gangguan terhadap pendidikan tidak berhenti meskipun Aceh telah telah berdamai dengan Indonesia, tsunam dan wabah virus covid-19 kembali menjadi ancaan serius yang dihadapi dunia pendidikan. Covid-19 telah membawa dampak pada kehidupan sosial ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. Salah satu dampak di dunia pendidikan adalah terganggunya proses belajar mengajar. Akibat dari kondisi tersebut diberlakukan sejumlah kebijakan mulai dari belajar Daring, belajar tatap muka secara bershift, pembatasan jumlah siswa dalam ruangan, dan jumlah Jam belajar yang dipersingkat.