Al-Imām Al-Syaukānī (1172-1250 H./1760-1832 M.), fāqih besar yang muncul di Yaman, termasuk salah satu representasi terbaik dari tradisi kesinambungan ijtihād. Keberadaannya memiliki arti penting jika dikaitkan dengan kemunculannya pada permulaan periode modern, sebagai awal dari fajar gerakan pembaharuan di dunia Islam.
Buku ini akan menggambaran pemikiran Al-Syaukānī tentang ijtihād yang terkesan radikal dan dipandang sangat jauh dari doktrin tradisional. Ia menyimpulkan bahwa ‘menutup pintu ijtihād adalah identik dengan melakukan naskh (penghapusan) terhadap syari‘ah’. Di samping itu Al-Syaukānī cenderung tidak mengikuti teori tradisional tentang tingkatan Ijtihad, dan berusaha menetapkan kualifikasi mujtahid secara sangat sederhana dibanding kualifikasi yang ditetapkan ulama tradisional.
Di samping mengajukan argumen-argumen tentang keharusan ijtihād, Al-Syaukānī juga berusaha menjelaskan bahwa ijtihād bukan merupakan hak ekslusif kelompok tertentu dalam kaum muslimin. Setiap muslim yang benar-benar mempelajari agamanya dan memiliki sarana pengetahuan secukupnya dapat melakukan Ijtihad. Atas dasar ini, Al-Syaukānī membangun teorinya tentang “kemudahan ijtihād bagi generasi mutaakhkhirīn”. Sebagaimana telah dijelaskan, Al-Syaukānī di samping menunjukkan argumen-argumen tentang keharusan dan kemudahan ijtihād, juga tetap mengajukan sejumlah syarat yang harus dipenuhi seseorang yang akan melakukan ijtihād. Meski sebagian argumen-argumen Al-Syaukānī tentang keharusan ijtihād, dapat ditemukan pada Ibn Taimiyyah (w. 728 H.) dan Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H.) namun hal itu tidak mengurangi alasan untuk menyatakan kemandirian Al-Syaukānī. Kesamaan dalam hal-hal tertentu antara masing-masingnya lebih merupakan kesejalanan dalam semangat salaf yang sama dikembangkan, jauh dari kecenderungan untuk mengikuti, apalagi ber-taqlīd.