Ketika memorimu terbang jauh ke kolam rindu, diudara terbuka, diantara bayangan rumah dan lampu redup berwarna kuning, kilas lalu kupotret dirimu dengan wajah yang mungkin tak lagi sama dengan yang lalu. Wajah senduh dengan menukik senyum diwajah, memberi isyarat bahwa tak perlu mengkhawatirkanmu lagi, kau sedang baik-baik saja.
Ibu yang bagaikan daun sirih emas mampu menguntai nyawa-nyawa anaknya dengan pelukan kasih dan cintanya, bahkan merajam ribuan doa pada altarpun sulit untuk menebus pengorbanannya. Kerinduan terhadap rapalan nasihatmu akan bersemayam pada setiap dimensi kehidupan.
Biarkan kaki ini melangkah ke puncak Bawakareaeng. Memetik Edelweis untukmu, lirih akan kubisikkan dalam doa bahwa engkau selalu abadi dalam hatiku, bahkan lebih abadi dari sebongkah edelweis dipuncak Gunung Bawakaraeng.
Buku ini menjadi represantasi atas sebuah cinta seorang anak terhadap ibu, dirinya yang mampu mengobati setiap luka anak-anaknya, dirinya yang menjadi tameng kehidupan anak-anaknya, dirinya yang menjadi tali penguat cita-cita anak-anaknya, dan dirinya yang sanggup bangkit untuk anak-anaknya meskipun meregang nyawa berkali-kali, engkaulah DAUN SIRIH EMAS. Untuk semua Ibu di Dunia ini, tetaplah tersenyum indah dibalik kebesaran hatimu.